“Sekadar aku keluar dan apa yang tertangkap oleh mataku, pasti aku melihat bahawa ada nikmat ALLAH atasku dari apa yang aku lihat. Dan dari sana aku memetik pelajaran untuk ku”. Abu Sulaiman Ad-Darani.
Saudaraku,
Satu dari pekerjaan syaitanadalah menimbulkan keraguan dan khayalan kosong. Keraguan dan khayalan umumnya akan mengarah kepada kekhawatiran dan putus asa dari Rahmat ALLAH S.W.T. gelisah yang tak jelas apa yang menjadi inti kegelisahan, padahal segala sesuatu yang dikhawatirkan itu belum tentu terjadi. Gundah yang tak ada asalnya, padahal peristiwa yang melahirkan kegundahan itu belum dialami. Sungguh kita kerap menjadi objek syaitan. Syaitan telah berjanji,
"Dan Demi sesungguhnya, Aku akan menyesatkan mereka (dari kebenaran), dan Demi Sesungguhnya Aku akan memperdayakan mereka Dengan angan-angan kosong, dan Demi Sesungguhnya Aku akan menyuruh mereka (mencacatkan binatang-binatang ternak), lalu mereka membelah telinga binatang-binatang itu; dan Aku akan menyuruh mereka mengubah ciptaan Allah". dan (ingatlah) sesiapa Yang mengambil Syaitan menjadi pemimpin Yang ditaati selain dari Allah, maka Sesungguhnya rugilah ia Dengan kerugian Yang terang nyata. Surah An-nisa’ ayat 119.
Saudaraku,
Jauhilah fikiran yang tidak bermanfaat. Buanglah kekhawatiran yang tidak pada tempatnya. Campakkan khayalan kosong yang tidak jelas ujung pangkalnya itu. Keran semuanya tidak menambah apa-apa kecuali membuat kita semakin terpuruk pada jerat frustasi dan ketakutan yang tidak berdasar. Kesedihan, kekhawatiran dan ketakutan yang tidak ada hujung pangkalnya. Berasa sunyi dalam keramaian. Sedih di tengah kegembiraan. Atau bahkan, mati di tengah sejuta harapan untuk hidup. Jika kita pernah merasa suasana hati seperti itu, maka ALLAH S.W.T. memberi jawapannya:-
“Sesungguhnya orang-orang Yang bertaqwa, apabila mereka disentuh oleh sesuatu imbasan hasutan dari Syaitan, mereka ingat (kepada ajaran Allah) maka Dengan itu mereka nampak (jalan Yang benar). Sedang saudara (pengikut) Syaitan-syaitan, dibantu oleh syaitan-syaitan itu Dalam melakukan kesesatan, kemudian mereka tidak berhenti-henti (melakukan perbuatan Yang sesat lagi menyesatkan itu).” Surah Al-A’Raf ayat 201 dan 202.
Itulah jawapan dari ALLAH S.W.T..
Saudaraku yang dikasihi ALLAH S.W.T.,
Menurut Imam Al-Ghazali, dari awal segala perbuatan adalah kegiatan berfikir. Kerananya orang yang selalu berfikir panjang dan mendalam(bertafakur) akan lebih mudah melaksanakan segala ibadah dan ketatatan yang lainnya. “Jika ilmu sudah sampai di hati, maka keadaan hati akan berubah. Jika keadaan hati sudah berubah, maka perilaku keadaan badan akan berubah. Jika perbuatan mengikuti keadaan, maka keadaan mengikuti ilmu, dan ilmu mengikuti fikiran. Oleh itu fikiran adalah awal dan kunci segala kebaikan.” Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, IV/ 389.
Bertafakur bekan berkhayal dan berangan-angan kosong. Bukan memikirkan soal keduniaan yang tidak pernah habis. Bukan menguraskan fikiran untuk membahaskan masalah-masalah hidup yang hanya ada di DUNIA. Tetapi mengarahkan kita untuk memikirkan semua fenomena alam dan kaitan dengan keimanan. Itulah tafakur yang akan mempunyai pengaruh kepada kebersihan hati. Tafakur adalah berfikir menerawangan dan menceroboh alam DUNIA ke dalam alam AKHIRAT, dari alam ciptaan kepada Sang Pencipta. Berfikir kadang hanya terbatas kepada upaya memecahkan masalah-masalah kehidupan DUNIA, sedang berfikira dapat menerobos sempitnya DUNIA ini menuju kea lam akhirat yang luas, keluar dari belenggu material menuju alam spiritual yang tiada batas.
Oleh kerana itu, jika kita punyai hati yang selalu merenung atau bertafakur tentang ketinggian dan keagungan ALLAH S.W.T. serta memikirkan kehidupan AKHIRAT, keadaan itu akan member kemampuan kita membongkar dengan mudah niat-niat jahat yang terlintas dalam benak kita sendiri. Kita akan memiliki kepekaan dan ketajaman sebagai hasil dzikirdan tafakur yang berkesinambungan itu. Setiap kali terlintas suatu niat jahat atau buruk, maka pemikiran, perasaan dan pandangan baik kita dapat segera mengetahui dan mengendalikan diri untuk menghancurkan niat jahat atau buruk itu.
Sungguh tepat sekali apa yang diwasiatkan oleh Amir bin Abi Qais Rahimahullahu Ta’ala ‘Anhu, “Aku mendengar bukan satu kali, dua kali atau tiga kali dari sahabat Nabi S.A.W, “Sesungguhnya pelita atau cahaya keimanan itu ada pada tafakur.” Sofyan bin Uyainah juga pernah mengatakan, “Pemikiran itu adalah cahaya yang masuk ke dalam hatimu, dan mungkin bias digambarkan seperti di dalam syair: “Jika seseorang bertafakur, maka segala sesuatu ada pelajaran baginya.” (Tafsir Ibnu Kathir, 1/438).
Atau lihatlah kebiasaan bertafakur Abu Sulaiman Ad-Darani, seorang yang Shalih dari generasi Tabi’in, sehingga ia kerap dapat memetik pelajaran untuk dirinya. “Sekadar aku keluar dan apa yang tertangkap oleh mataku, pasti aku melihat bahawa ada nikmat ALLAH atasku dari apa yang aku lihat. Dan dari sana aku memetik pelajaran untuk ku”. (Tafsir Ibnu Kathir, 1/438).
Saudaraku,
Pernah ada seorang pemuda yang mengeluh akan kebekuan hatinya kepada seorang ulama’ besar, Asy-Syahid Imam Hasan Al-Banna. Lalu Asy-Syahid mengatakan, “Berfikirlah dan berdzikir dalam waktu senyap, saat-saat kesendirian. Munajatdan merenungi alam semesta yang sangat istimewa dan mengagumkna, kemuadian mengagungkan keindahan dan kemuliaan ALLAH S.W.T. dari alam semesta itu, kemudian menyinambungkan kegiatan seperti itu, berlama-lama memikirkan hal itu dengan menghadirkan keagungan Sang Pencipta. Menggerakkan hati, lisan terhadap semua tanda-tanda keagungan yang menakjubkan dan hikmah ALLAH S.W.T. yang sangat tinggi. Semua itu wahai saudaraku yang mulia, bertafakur akan menjadikan hatimu hidup, sinarnya akan menerangi seluruh sisi jiwa dengan keimanan dan keyakinan. Bukankah ALLAH S.W.T. berfirman di dalam Al-Quran, “Sesungguhnya di dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian siang dan malam adalah tanda-tanda bagi ulul albab(orang yang berakal).” (Al-‘Aqidah Sayyid Quthb, 104).
Fikirkanlah ALLAH S .W.T. sentiasa melihat di mana sahaja kita berada. Kekuasaannya sangat dekat dengan diri kita bahkan ada di urat nyawa kita. Mungkin, meskipun sangat dekat, kita tidak dapat merasakannya. Kita sudah melakukan kesombongan dan keangkuhan yang semakin menjadi-jadi, bila kita bergelumang dengan maksiat yang menyebabkan kita menjadi semakin jauh dari ALLAH S.W.T.. Dosa kita menjadi hijab yang mengahalangi kita dari dari merasakan kebesaran ALLAH S.W.T.. Siapa yang merasakan keadaan ini?? Hanya kita sendiri. Orang lain tidak dapat menilai sejauh mana kedekatan diri kita dengan ALLAH S.W.T. kecuali hanya melihat dan menilai secara zahir. Sementara dari segi batinnya hanya ALLAH S.W.T. yang Maha Mengetahui.
Mari bersama-sama bertafakur saudaraku,
Bertafakur, apakah semua nikmat ALLAH S.W.T. itu sudah kita syukuri. Bertafakur, apakah kurniaan ALLAH S.W.T. di alam semesta ini telah menjadikan kita lebih mencintai dan mengagungkan ALLAH S.W.T sebagai Penciptanya? Bertafaku, bagaimana kehidupan kita di AKHIRAT? Bertafakurlah, bagaimana nasib kita di dalam kubur? Bertafakurlah, apakah kita akan memasuki SYURGA(Alhamdulillah) atau NERAKA(Na’uzubillahi Min Zalik)? Bertafakurlah, apakah timbangan amalan kita sudah mencukupi?
Bertafakurlah…….
Petikan dari : Mencari Mutiara Di Dasar Hati, Catatan Perenungan Ruhani. Siri Pertama.
Karangan : Muhammad Nursani.
Cetakan : Tarbawi Press.
0 ulasan:
Catat Ulasan